Ayah Menjadi Penuntun Di kala Kita Mengalami Kesulitan
Assalamualaikum sahabat, salam Generasi Cerdas di
artike kali ini anda akan mendapatkan artikel cerita inspiratif mengenai AyahMenjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan. Dengan senang hati saya sediakan
artikel ini untuk anda baca dan anda boleh mengambil, mengkopi atau Share artikel
ini sesuai keinginan hati. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.
Silahkan Baca Juga :
§ Kuatnya Arti Kepercayaan dan Keyakinan
§ Sujud Dapat Mencegah Penyakit Stroke, Penemuan MualafNeurosains di Universitas Texas
§ Sujud Dapat Mencegah Penyakit Stroke, Penemuan MualafNeurosains di Universitas Texas
Hari sudah malam, saat itu aku bersama ayah di dalam bus, aku
duduk disamping ayah. Kami baru saja jalan-jalan menikmati pemandangan,
menelusuri bukit, melihat Pesawat melintasi awan.
Seketika mataku melihatnya tertidur
lelap. Aku coba membangunkannya, “Ayah, ayah, ayah.” aku Ingin memberitahu
bahwa kita akan segera sampai di warung makan.
Seharian ini ayah sama sekali belum makan. Saking terlelap
tidurnya, aku jadi tidak ingin membangunkannya. aku sadar, aku ingat bahwa
selama ini ayah sebagai generator yang selalu nyala dengan kapasitas penuh. Ini
pertama kalinya aku melihat ayah cepat tertidur lelap.
Aku tahu pasti itu titik balik buatku. Pada saat aku sadar
bila orang dewasa itu butuh di urus juga. Kali ini aku yang mengambil makanan
buat ayah.
Tiba-tiba terdengar pengumuman supir bus, bahwa kita sudah
sampai di rumah makan. Aku segera turun di bus mengambil makanan untuk ayah.
Dengan tergesa-gesa aku kembali dan menaiki bus tersebut. Dengan
membawa semangkok bubur ayam. Karena bus itu gelap, aku sempat kesulitan jalan
mendekati ayah. Saling geser-menggeser dengan penumpang yang lain. Supir itupun
mulai tancap gas melanjutkan perjalanan.
Tidak lama kemudian aku baru sadar ayah tidak ada di dalam
bus itu. Ternyata aku menaiki bus yang salah. “Ayah… ayah… ayah…” Teriakku, membuat orang disekitarku kaget. Aku
terus berteriak memanggil ayah, namun tidak ada satupun jawaban.
“Ayah… ayah...” Kemudian bus itu berhenti, aku turun, berlari
mencari tempat teduh. Karena saat itu hujan sangat deras. Kiri, kanan aku
menoleh tidak ada siapapun, aku kebingungan. Aku terus memanggil “Ayah… ayah…”
Sambil menangis. “Ayah… engkau dimana?”
Aku tak bisa diam menunggu ayah, aku mencoba mencarinya. Hujan
badai saat itu sangat deras. Menurut sejarah ini adalah badai sekali dalam
seabad. Badai dengan suara petir yang dahsyatnya membuatku takut.
Aku sampai di sebuah persimpangan jalan. Aku berlarian
bersama kerumunan orang, seolah hidupku tergantung pada mereka. Tapi, kemudian
akhirnya, aku sendirian. Aku hanya bisa berdiri, dan tak tahu harus melakukan
apa. Terdengar teriakkan pak Polisi “Semuanya mengungsi! Cepat mengungsi! Dia
mendekatiku “Anak siapa ini? Sekarang
banjir, cepat, ikut aku!” Pak Polisi itu
menarik tanganku.
Aku menolaknya “Aku ingin menunggu ayahku.” Kataku, Pak
Polisi itu menarikku dengan paksa, Namun aku bersikeras untuk tidak ikut
dengannya. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamanya. Pak Polisipun
melepaskan tanganku, kemudian berlari menolong orang-orang yang kesusahan
mencari tempat mengungsi.
Secara tidak sadar, tiba-tiba air datang menyeretku hingga terbawa
arus. Saat itu air yang deras menyeretku sampai masuk ke dalam gedung-gedung.
Terdapat sebuah kayu besar di sana. Aku pingsan di atas kayu itu
selama 2 hari. Ketika aku sadar, kayu besar itu terguling hingga aku jatuh, dan
kembali terseret arus.
Kemudian aku berusaha mencari pegangan, hingga akhirnya aku
memegang sebuah besi besar dengan kedua tanganku. “Ayah…” Teriakku, aku
terjebak ditengah banjir selama 2 hari. “Ada orang di situ?” “Ada orang”. Aku
hanya bisa berteriak.
Karena besi yang aku pegang licin, aku tak kuat memegangnya
lagi-lagi aku terbawa arus. Aku berusaha berenang mencari pegangan lain.
Disaat aku kesusahan dalam mengahadapi arus yang deras. Ternyata
di luar sana, ayah sedang berusaha, berjuang untuk menemukanku. Ayah bertanya sana sini, mencari tahu dimana keberadaanku. Walaupun diluar
sana hujan badai sangatlah deras.
Akhirnya
ayah bertemu dengan seorang polisi yang mengajakku untuk mengungsi tadi. Ayah
bertanya kepada polisi itu, menjelaskan bagaimana ciri-ciriku. Polisi itu
mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganku. Lalu menunjukkan jalan kepada
ayah.
Polisi itu menunjuk ke sisi
gedung yang sudah di penuh air, pada saat pertama kali ia bertemu dengan
putranya. Ayahku langsung berlari ingin mencariku.
Di saat para tentara berteriak “Semuanya mengungsi sekarang!”
Ayahku tetap berusaha mencari cara untuk menemukanku. “Hey… kamu mau kemana?”
Teriak tentara itu. “Putraku di dalam sana.” Jawab ayah “Aku ayahnya, aku harus
ke sana.” “Ke sana?” Tegas tentara itu “Kau tak akan bisa kembali.”
“Arus paling deras dalam sejam akan sampai ke sini.” Tegas
tentara. “Bagaimana dengan putraku.” Tanya ayahku, berteriak, menangis.
Kemudian tentara itu menyuruh teman-temannya untuk membawa
dia pergi dari sana. “Tidak, aku tak bisa pergi.” Ayah bersikeras untuk tidak
pergi di tempat itu “Tak bisa, jangan! Teman-teman tentara itu menyeretnya “Ayolah,
kawan, ayo.” “Bawa dia pergi” Teriak pimpinannya.
“Aku ayahnya! kawan.” Teriak ayah sambil menangis “Sungguh,
aku tak boleh pergi, dengar, dengarkan aku.” Kemudian ayah berusaha melepaskan
diri dari para tentara itu. Ayah terlepas, lalu ayah bersitegas “Dengarkan aku,
sebentar saja.”
Ayah mengambil megaphone dari salah satu tentara itu “Satu
hal saja yang akan kukatakan kawan.” Katanya, sambil memanggil nama ku.
Ayah kembali lari ke atas dengan tersukungkur “Awas! ini berbahaya” Teriak para
tentara itu.
“Biarkan aku untuk mengatakan ini…” Jelas ayah. Ayah
memanggil aku dengan menggunakan meghapone yang di genggamnya. “Feima, ini
ayahmu!” Teriaknya “Entah apakah kau bisa mendengarku! Ini ayah!”
Aku mendengarkan suara ayah di bawa sini “Ayah, aku disini!
tolong aku! ” Teriakku sambil memegang besi-besi yang ada, dengan arus yang
sangat deras. Nampaknya ayah tidak mendengarkan suaraku.
Namun, ayah memberikan suatu arahan kepada ku “Jika kau bisa
mendengarku, lihat ada apa di sekitarmu! Teriaknya. Aku di bawah hanya bisa
memanggil “Ayah!” “Cari jalan, pakai otakmu!” Lagi-lagi ayah memberikan arahan “Berpikirlah
agar kau bisa keluar! Kau pasti bisa!”
Mendengar arahan ayah, aku semakin kuat, aku berusaha mencoba
mencari benda yang dapat memberikan sebuah tanda. “Pintu longgarnya rusak, bisa
jadi perahu pengganti” Pikirku “Tali bisa digantikan dengan sprel.” Di bawah
sini aku mencoba merakit perahu kecil “Walaupun hal ini belum diajarkan dalam
buku sejarahku, tetapi seorang remaja harus bisa.” Kataku.
Di luar ayah selalu memberikan semangat kepadaku “Kau pasti
bisa! Kau pasti bisa!” Para tentara hanya bisa terdiam melihat perjuangan
seorang ayah. “Nak, kau pasti bisa!” Teriak ayah.
Terdengar pengumuman “Gelombangnya datang lebih cepat. Akan
sampai disini dalam 15 menit.” “Peringatan terakhir! Keluar! Semuanya pergi.” Teriak
pimpinan “Periksa semuanya! Apa masih ada yang tertinggal!” Tentara itu kembali
menyeret ayah “Ayo kawan, ayo.”
Ketika ayah ingin di bawah oleh para tentara itu, aku
memberikan sinyal berupa cahaya dan menyembunyikan pluit. Ayah membalikkan
badanya, melihatku yang sedang mengayuh perahu kecil. Aku menyembunyikan pluit
beberapa kali “Pirr…pirr…pirr.”.
“Nak…!” teriak ayahku. “Ayah…! Aku disini” Balasku. “Putraku!
tolong putraku” meminta bantuan kepada para tentara itu. Kemudian beberapa
tentara segera menyelam, menyelamatkan Feima.
Pesan Moral
“Seorang ayah
merupakan pelindung hidup kita, hormati dan sayangilah sosok seorang ayah, Tanpa
kita sadari bahwa ayah merupakan sosok pendidik yang luar biasa. Ayah mendidik
kita agar menjadi anak-anak yang mandiri, mendidik kita agar kita tahu
bagaimana kita menjalani kehidupan dikala kita mengalami kesulitan.”
“Seperti
cerita inspiratif di atas. Memberitahu kepada kita, bahwa betapa yakin seorang
ayah yang anaknya sedang membutuhkan pertolong darinya. Ayah memberikan
semangat kepada anaknya untuk tetap berusaha mencari jalan keluar dikala
anaknya mengalami kesulitan. Ayah tetap berusaha berjuang untuk menyelamatkan
anaknya.”
“Maka dari
itu, selagi kita masih memiliki ayah, hargai dan hormatilah dia. Karena ayah
merupakan sosok pejuang sejati, yang paling berarti dalam hidup kita.”
By : Usman
By : Usman
Itulah artikel inspiring story tentang Ayah Menjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan. Jika anda ingin menyampaikan pesan moral dari cerita di atas. Silahkan sampaikan di kolom komentar. Semoga kita dapat
mengambil pelajaran dan manfaat dari artikel tersebut. Ya Allah permudahkanlah
dan ringankan jalan yang kami lalui dan lindungi kami dalam kondisi apapun.
Aamiin
Terimakasih sudah
mengunjungi situs ini Penulis berharap, Jika anda suka dengan artikel ini
silahkan berikan komentar yang membangun. Dan bagi anda yang ingin memberikan
kritik dan saran silahkan mengirim pesan melalui contac di halaman ContacForm. Sobat sampai ketemu lagi di artikel Generasi Cerdas berikutnya. Dan jika ingin mengetahui tentang
blog ini silahkan tekan halaman about Jazakumullah khairon.
Anda sedang membaca
artikel tentang Ayah Menjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan Link https://manfaskho.blogspot.com/2020/05/ayah-menjadi-penuntun-di-kala-kita.html
Post a Comment for "Ayah Menjadi Penuntun Di kala Kita Mengalami Kesulitan"