Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ayah Menjadi Penuntun Di kala Kita Mengalami Kesulitan

Assalamualaikum sahabat, salam Generasi Cerdas di artike kali ini anda akan mendapatkan artikel cerita inspiratif mengenai AyahMenjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan. Dengan senang hati saya sediakan artikel ini untuk anda baca dan anda boleh mengambil, mengkopi atau Share artikel ini sesuai keinginan hati. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.

Silahkan Baca Juga :

Ayah Menjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan




Hari sudah malam, saat itu aku bersama ayah di dalam bus, aku duduk disamping ayah. Kami baru saja jalan-jalan menikmati pemandangan, menelusuri bukit, melihat Pesawat melintasi awan. 

Seketika mataku melihatnya tertidur lelap. Aku coba membangunkannya, “Ayah, ayah, ayah.” aku Ingin memberitahu bahwa kita akan segera sampai di warung makan.

Seharian ini ayah sama sekali belum makan. Saking terlelap tidurnya, aku jadi tidak ingin membangunkannya. aku sadar, aku ingat bahwa selama ini ayah sebagai generator yang selalu nyala dengan kapasitas penuh. Ini pertama kalinya aku melihat ayah cepat tertidur lelap.

Aku tahu pasti itu titik balik buatku. Pada saat aku sadar bila orang dewasa itu butuh di urus juga. Kali ini aku yang mengambil makanan buat ayah.

Tiba-tiba terdengar pengumuman supir bus, bahwa kita sudah sampai di rumah makan. Aku segera turun di bus mengambil makanan untuk ayah.

Dengan tergesa-gesa aku kembali dan menaiki bus tersebut. Dengan membawa semangkok bubur ayam. Karena bus itu gelap, aku sempat kesulitan jalan mendekati ayah. Saling geser-menggeser dengan penumpang yang lain. Supir itupun mulai tancap gas melanjutkan perjalanan.

Tidak lama kemudian aku baru sadar ayah tidak ada di dalam bus itu. Ternyata aku menaiki bus yang salah.  “Ayah… ayah… ayah…” Teriakku, membuat orang disekitarku kaget. Aku terus berteriak memanggil ayah, namun tidak ada satupun jawaban.

“Ayah… ayah...” Kemudian bus itu berhenti, aku turun, berlari mencari tempat teduh. Karena saat itu hujan sangat deras. Kiri, kanan aku menoleh tidak ada siapapun, aku kebingungan. Aku terus memanggil “Ayah… ayah…” Sambil menangis. “Ayah… engkau dimana?”  

Aku tak bisa diam menunggu ayah, aku mencoba mencarinya. Hujan badai saat itu sangat deras. Menurut sejarah ini adalah badai sekali dalam seabad. Badai dengan suara petir yang dahsyatnya membuatku takut.

Aku sampai di sebuah persimpangan jalan. Aku berlarian bersama kerumunan orang, seolah hidupku tergantung pada mereka. Tapi, kemudian akhirnya, aku sendirian. Aku hanya bisa berdiri, dan tak tahu harus melakukan apa. Terdengar teriakkan pak Polisi “Semuanya mengungsi! Cepat mengungsi! Dia mendekatiku “Anak siapa ini? Sekarang  banjir, cepat, ikut aku!” Pak Polisi itu  menarik tanganku.

Aku menolaknya “Aku ingin menunggu ayahku.” Kataku, Pak Polisi itu menarikku dengan paksa, Namun aku bersikeras untuk tidak ikut dengannya. Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamanya. Pak Polisipun melepaskan tanganku, kemudian berlari menolong orang-orang yang kesusahan mencari tempat mengungsi.

Secara tidak sadar, tiba-tiba air datang menyeretku hingga terbawa arus. Saat itu air yang deras menyeretku sampai masuk ke dalam gedung-gedung.

Terdapat sebuah kayu besar di sana. Aku pingsan di atas kayu itu selama 2 hari. Ketika aku sadar, kayu besar itu terguling hingga aku jatuh, dan kembali terseret arus.

Kemudian aku berusaha mencari pegangan, hingga akhirnya aku memegang sebuah besi besar dengan kedua tanganku. “Ayah…” Teriakku, aku terjebak ditengah banjir selama 2 hari. “Ada orang di situ?” “Ada orang”. Aku hanya bisa berteriak.

Karena besi yang aku pegang licin, aku tak kuat memegangnya lagi-lagi aku terbawa arus. Aku berusaha berenang mencari pegangan lain.

Disaat aku kesusahan dalam mengahadapi arus yang deras. Ternyata di luar sana, ayah sedang berusaha, berjuang untuk menemukanku. Ayah bertanya sana sini, mencari tahu dimana keberadaanku. Walaupun diluar sana hujan badai sangatlah deras. 

Akhirnya ayah bertemu dengan seorang polisi yang mengajakku untuk mengungsi tadi. Ayah bertanya kepada polisi itu, menjelaskan bagaimana ciri-ciriku. Polisi itu mengatakan bahwa ia pernah bertemu denganku. Lalu menunjukkan jalan kepada ayah.

Polisi itu menunjuk ke sisi gedung yang sudah di penuh air, pada saat pertama kali ia bertemu dengan putranya. Ayahku langsung berlari ingin mencariku.   

Di saat para tentara berteriak “Semuanya mengungsi sekarang!” Ayahku tetap berusaha mencari cara untuk menemukanku. “Hey… kamu mau kemana?” Teriak tentara itu. “Putraku di dalam sana.” Jawab ayah “Aku ayahnya, aku harus ke sana.” “Ke sana?” Tegas tentara itu “Kau tak akan bisa kembali.”

“Arus paling deras dalam sejam akan sampai ke sini.” Tegas tentara. “Bagaimana dengan putraku.” Tanya ayahku, berteriak, menangis.

Kemudian tentara itu menyuruh teman-temannya untuk membawa dia pergi dari sana. “Tidak, aku tak bisa pergi.” Ayah bersikeras untuk tidak pergi di tempat itu “Tak bisa, jangan! Teman-teman tentara itu menyeretnya “Ayolah, kawan, ayo.” “Bawa dia pergi” Teriak pimpinannya.

“Aku ayahnya! kawan.” Teriak ayah sambil menangis “Sungguh, aku tak boleh pergi, dengar, dengarkan aku.” Kemudian ayah berusaha melepaskan diri dari para tentara itu. Ayah terlepas, lalu ayah bersitegas “Dengarkan aku, sebentar saja.”

Ayah mengambil megaphone dari salah satu tentara itu “Satu hal saja yang akan kukatakan kawan.” Katanya, sambil memanggil nama ku. Ayah kembali lari ke atas dengan tersukungkur “Awas! ini berbahaya” Teriak para tentara itu.

“Biarkan aku untuk mengatakan ini…” Jelas ayah. Ayah memanggil aku dengan menggunakan meghapone yang di genggamnya. “Feima, ini ayahmu!” Teriaknya “Entah apakah kau bisa mendengarku! Ini ayah!”

Aku mendengarkan suara ayah di bawa sini “Ayah, aku disini! tolong aku! ” Teriakku sambil memegang besi-besi yang ada, dengan arus yang sangat deras. Nampaknya ayah tidak mendengarkan suaraku.

Namun, ayah memberikan suatu arahan kepada ku “Jika kau bisa mendengarku, lihat ada apa di sekitarmu! Teriaknya. Aku di bawah hanya bisa memanggil “Ayah!” “Cari jalan, pakai otakmu!” Lagi-lagi ayah memberikan arahan “Berpikirlah agar kau bisa keluar! Kau pasti bisa!”

Mendengar arahan ayah, aku semakin kuat, aku berusaha mencoba mencari benda yang dapat memberikan sebuah tanda. “Pintu longgarnya rusak, bisa jadi perahu pengganti” Pikirku “Tali bisa digantikan dengan sprel.” Di bawah sini aku mencoba merakit perahu kecil “Walaupun hal ini belum diajarkan dalam buku sejarahku, tetapi seorang remaja harus bisa.” Kataku.  

Di luar ayah selalu memberikan semangat kepadaku “Kau pasti bisa! Kau pasti bisa!” Para tentara hanya bisa terdiam melihat perjuangan seorang ayah. “Nak, kau pasti bisa!” Teriak ayah.

Terdengar pengumuman “Gelombangnya datang lebih cepat. Akan sampai disini dalam 15 menit.” “Peringatan terakhir! Keluar! Semuanya pergi.” Teriak pimpinan “Periksa semuanya! Apa masih ada yang tertinggal!” Tentara itu kembali menyeret ayah “Ayo kawan, ayo.”

Ketika ayah ingin di bawah oleh para tentara itu, aku memberikan sinyal berupa cahaya dan menyembunyikan pluit. Ayah membalikkan badanya, melihatku yang sedang mengayuh perahu kecil. Aku menyembunyikan pluit beberapa kali “Pirr…pirr…pirr.”.

“Nak…!” teriak ayahku. “Ayah…! Aku disini” Balasku. “Putraku! tolong putraku” meminta bantuan kepada para tentara itu. Kemudian beberapa tentara segera menyelam, menyelamatkan Feima.  


Pesan Moral

“Seorang ayah merupakan pelindung hidup kita, hormati dan sayangilah sosok seorang ayah, Tanpa kita sadari bahwa ayah merupakan sosok pendidik yang luar biasa. Ayah mendidik kita agar menjadi anak-anak yang mandiri, mendidik kita agar kita tahu bagaimana kita menjalani kehidupan dikala kita mengalami kesulitan.”

“Seperti cerita inspiratif di atas. Memberitahu kepada kita, bahwa betapa yakin seorang ayah yang anaknya sedang membutuhkan pertolong darinya. Ayah memberikan semangat kepada anaknya untuk tetap berusaha mencari jalan keluar dikala anaknya mengalami kesulitan. Ayah tetap berusaha berjuang untuk menyelamatkan anaknya.”

“Maka dari itu, selagi kita masih memiliki ayah, hargai dan hormatilah dia. Karena ayah merupakan sosok pejuang sejati, yang paling berarti dalam hidup kita.”

By : Usman

Itulah artikel inspiring story tentang  Ayah Menjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami KesulitanJika anda ingin menyampaikan pesan moral dari cerita di atas. Silahkan sampaikan di kolom komentar. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan manfaat dari artikel tersebut. Ya Allah permudahkanlah dan ringankan jalan yang kami lalui dan lindungi kami dalam kondisi apapun. Aamiin

Terimakasih sudah mengunjungi situs ini Penulis berharap, Jika anda suka dengan artikel ini silahkan berikan komentar yang membangun. Dan bagi anda yang ingin memberikan kritik dan saran silahkan mengirim pesan melalui contac di halaman ContacForm.  Sobat sampai ketemu lagi di artikel Generasi Cerdas berikutnya. Dan jika ingin mengetahui tentang blog ini silahkan tekan halaman about Jazakumullah khairon.

Anda sedang membaca artikel tentang Ayah Menjadi Penuntun di Kala Kita Mengalami Kesulitan Link https://manfaskho.blogspot.com/2020/05/ayah-menjadi-penuntun-di-kala-kita.html






Post a Comment for "Ayah Menjadi Penuntun Di kala Kita Mengalami Kesulitan"