Peran Keluarga dalam Mencetak Generasi Rabbani
A.
PENDAHULUAN
Masalah keluarga
bukan masalah kecil dan mudah. Islam menaruh perhatian besar terhadap kehidupan
keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah yang arif, guna memelihara kehidupan
dari ketidakharmonisasian dan kehancuran. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga
adalah fondasi pertama dalam membangun sebuah masyarakat muslim, yang merupakan
madrasah imam, yang mencetak generasi-generasi muslim, yang mampu mengangkat
dan meninggikan kalimat Allah di muka bumi ini.[1]
Keluarga adalah
pijakan pertama pembentukan masyarakat, jika keluarga baik maka masyarakatnya
akan baik, dan jika rusak maka masyarakatnya pun akan rusak. Oleh karena itu,
islam memberikan perhatian yang besar dan serius dalam membentuk keluarga
bahagia, penuh dengan cinta dan kasih sayang.[2]
Pada umumnya
manusia tentu mendambakan keluarga yang penuh dengan kebahagiaan, menanti
kententraman dan ketenangan jiwa, dan berusaha menghindari berbagai pemicu
gundah gulana serta kegelisahan, terutama dalam lingkungan keluarga.[3]
Sebagaimana yang terdapat dalam (UUP) No. 1 Tahun 1974 Bab 1 pasal 1 disebutkan
bahwa: Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.[4]
Dari keluarga
tersebut akan melahirkan sebuah generasi seorang anak yang nantinya, apakah
seorang anak akan membuat orang tua bangga atau sebaliknya? Untuk diketahui
bahwa, keluarga sangat mendambakan seorang anak yang sholeh sejak lahir.
Tentunya yang diinginkan tumbuh sehat dan lucu. Dengan mewujudkan asa tersebut,
tidak segan mengeluarkan biaya besar guna memberinya rezeki yang cukup, agar
bisa tumbuh besar serperti yang diharapkan. Demi mewujudkan harapan ini, dengan
rela menguras otak serta mengerahkan segala upaya guna menggemblengnya menjadi
insan yang cemerlang, dan memberinya berbagai fasilitas agar menjadi sosok yang
berprestasi.
Namun perlu diingat,
sebenarnya semua pencapaian itu belum cukup. Karena seandainya sekarang jika mendapati
anak seperti yang diharapkan, tumbuh sehat dan lucu, juga cerdas dan mampu
mengukir banyak prestasi, akankah semua keberhasilan tersebut bermanfaat bagi
dunia maupun akhirat?
Betapa sering
telinga ini mendengar orang tua yang dibuat pusing tujuh keliling dan panik
bukan kepalang karena anaknya yang semasa kecil begitu sehat dan lucu sekarang
berubah menjadi biang permasalahan? Betapa banyak orang tua yang geram karena
didurhakai anaknya yang berpretasi luar biasa? Betapa banyak orang tua yang
menangis karena dikibuli anaknya yang cerdas tidak terkira? Sungguh nasib orang
tua ini seperti ungkapan populer “senjata makan tuan”
Betapa pilu hati
ini menyaksikan orang tua yang semasa muda bekerja keras, peras keringat, dan
banting tulang demi masa depan seorang anak. Kasih sayang tercurah begitu
tulus, setulus mentari pagi yang menyebarkan sinarnya ke seluruh penjuru dunia.
Namun apa balasan yang diterima?
Di penghujung
usia, saat tubuhnya sudah renta, seorang anak tidak segan-segan membentaknya
bagai membentak seekor binatang yang hina. Atau bahkan anak itu rela menitipkan
tubuh yang tak berdaya itu ke panti jompo, tanpa perasaan bersalah ataupun
dosa. Na’Udzbillah
Akhir-akhir ini
media massa di gemparkan bahwa ada kasus anak yang menggugat ibu kandungan.
PIKIRANRAKYAT.COM_ Masih ingatkan anda,
terhadap kasus anak yang menggugat ibu kandungannya di Garut? Nenek Siti yang
sudah tua renta digugat anaknya sebesar Rp 1,8 miliar. Gugatan dilayangkan ke
pengadilan Negeri Garut oleh anaknya.
Kasus yang sama dan masih hangat
diperdengarkan kita adalah kasus Nenek Cicih yang juga digugat empat orang
anaknya yaitu Ai Sukawati, Dede Rohayati, Ayi Rusbandi dan Ai Komariah. Mereka
menggugat ibu kandungnya Cici (78) ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Cici
digugat anak-anaknya terkait persoalan warisan tanah. Mereka menggugat Cicih
secara perdata senilai Rp 1,6 miliar. Gugatan terhadap nenek Cicih disidang
setiap hari Selasa di Pengadilan Negeri Bandung.[5]
Beberapa waktu
lalu juga digegerkan dibuat geram kelakuan seorang anak yang injak dan tendang
kepala ibunya.
TRIBUNJATENG.COM—Beberapa waktu lalu
warganet dibuat geram kelakuan seorang anak yang injak dan tending kepala
ibunya.
Diketahui anak tersebut bernama Andy Prasetyo
yang diduga tak tahan mendengar nasehat orang tuannya.
Insiden pemukulan dan penendangan
tersebut diduga terjadi di daerah Surabaya, namun belum diketahui pasti
lokasinya.[6]
Ini baru di
dunia, lantas apa yang terbayang dibenak orang tua terkait urusan akhirat.
Akankah anak memberi manfaat ketika sudah meninggalkan dunia yang fana ini? Mungkin
hari ini orang tua bangga memiliki anak yang sederet gelar dan segudang
prestasi. Akan tetapi, semuanya tidaklah bermanfaat ketika Malaikat Allah
datang untuk memeriksa amal-amal manusia dimuka bumi.
Sekirannya
anak-anak tumbuh besar sebagai hamba yang sholeh, sejatinya itu sudah cukup
untuk mengantarkan pada kemuliaan hari akhirat. Sebab, setiap kali mereka
melakukan ibadah atau beramal sholeh maka selalu akan ada kebaikan yang
tercatat di dalam diri. Bukankah orang tua yang mengajarkan kebaikan kepada
mereka? Bukankah orang tua yang mengajarkan kebaikan kepada anaknya, kemudian
orang lain mengikutinya, maka pahala bagi orang tersebut?
Namun
berhentilah berharap banyak dari apa yang tidak diusahakan. Bertanyalah kepada
hatimu: “Sudahkah aku memberikan pendidikan yang terbaik bagi anakku?’
Tanyakanlah: “Sudahkan aku persiapkan anakku menjadi mukmin sejati, yang mampu
menggenggam dunia dengan hati yang dipenuhi
rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?”
Pepatah
mengatakan:
Mendidik anak membutuhkan
kesungguhan!
Mendidik anak memerlukan
pengorbanan!
Mendidik anak menuntut keikhlasan
dan kesabaran!
Mendidik anak harus dengan ilmu![7]
Untuk diketahui sesungguhnya
keluarga muslim saat ini mengalami kesulitan dalam menanggung beban tanggung
jawab menyiapkan dalam membentuk generasi. Kesulitan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain tingginya presentase buta huruf dikalangan orang
tua dan buta pendidikan anak di kalangan intelektual. Juga ketidaktahuan pendidik
dalam menyiapkan generasi mendatang dan membentuk anak yang sholeh, yang
memiliki akhlak dan moral yang baik. Ditambah lagi melemahnya penerapan
norma-norma islam akibat penjajahan intelektual dari kebudayaan Barat di
lingkungan masyarakat muslim.[8]
Dari paparan di
atas, untuk membentuk keluarga dan melahirkan generasi yang cerdas, kreatif dan
memliki akhlak yang baik. Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk membentuk
generasi emas baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, Negara, dunia
dan akhirat. Maka melalui tulisan ini Penulis ingin menyampaikan kepada khalayak
masyarakat dengan mengangkat judul “Peran Keluarga dalam Mencetak Generasi
Rabbani”. Generasi yang di cetak oleh keluarga yang peduli dengan rasa kasih
sayang, sehingga generasi tersebut menjadi generasi yang bisa dibanggakan oleh
kedua orang tua baik di dunia maupun di akhirat kelak.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan
masalah dari latar belakang di atas antara lain sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah peran keluarga dalam
mencetak generasi Rabbani?
2.
Bagaimanakah upaya keluarga dalam
mencetak generasi Rabbani?
C.
TUJUAN
Adapun tujuan
dari rumusan masalah di atas antara lain sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui peran keluarga dalam
mencetak generasi Rabbani.
2.
Untuk mengetahui upaya keluarga dalam
mencetak generasi Rabbani.
D.
KAJIAN PUSTAKA
1.
Pengertian Keluarga
Keluarga menurut etimologi berarti baju besi yang
kuat yang melindungi manusia dan menguatkannya saat dibutuhkan. Secara
terminologis, keluarga berarti sekolompok orang yang pertama berinteraksi
dengan bayi dan bersama merekalah bayi hidup pada tahun-tahun pertama
pembentukan hidup dan usianya. Bayi itu tumbuh dan berkembang mengikuti tingkah
laku orang tuannya dan orang-orang sekiranya. Bayi tunduk mengikuti bentuk
pendidikan dan pertumbuhan pada tahun-tahun pertama.[9]
Adapun pengertian keluarga menurut para ahli antara
lain:
Duvall dan Logan (1986) mengatakan keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan
untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental dan emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.[10]
Departemen Kesehatan RI (1988) mengemukakan bahwa keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.[11]
UU No. 10 tahun (1992) mengatakan keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri dari suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan
anaknya.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas keluarga
merupakan sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan yang menjadi suami istri, yang
di dalamnya terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan saling ketergantungan.
Kemudian pengertian keluarga yang paling sederhana
adalah keluarga inti yang terdiri atas suami istri dan anak-anak yang biasanya
hidup bersama dalam suatu tempat tinggal. Dengan ikatan ini lahirlah rasa
tenteram dan tenang dalam kebahagiaan hidup dalam suasana saling memahami,
tolong-menolong dan saling nasihat-menasihati.
Keluarga dalam konsep Islam yaitu penggabungan
fitrah antara kedua jenis kelamin. Namun, bukannya untuk menggabungkan antara
sembarang pria dan sembarang wanita melainkan untuk mengarah penggabungan
tersebut ke arah pembentukan keluarga. Seperti dalam firman Allah QS. Ar-Rum:
21
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[12](QS. Ar-Ruum:21)
Ayat di atas merupakan suatu tujuan untuk mencapai
kualitas hidup dalam berkeluarga agar meraih kebahagiaan, yaitu dengan mendapatkan
ketentraman dan kasih sayang antara satu sama lainnya.[13]
Selain dari pada itu ayat yang
menjelaskan tentang keluarga yaitu QS. At-Tahrim: 6
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS.
At-Tahrim:6)
Dalam ayat ini ada dua perintah
Allah SWT: Pertama, melindungi diri, yaitu dengan melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan, dan; Kedua, melindungi keluarga dengan
memerintahkan untuk mengamalkan kewajiban dan meninggalkan larangan.
Sayyid Qutb menjelaskan bahwa sesungguhnya beban
tanggung jawab seorang mukmin dalam dirinya dan keluarganya merupakan beban
yang sangat berat dan menakutkan. Sebab, ancaman neraka telah menanti dia
besera keluarganya. Hal ini merupakan kewajibannya untuk membentengi dirinya
dan keluarganya dari ancaman api neraka yang menyala-nyala serta dapat membakar
hangus.[14]
2.
Fungsi Keluarga
Fungsi utama
keluarga yaitu menjaga fitrah anak yang lurus dan suci di atas aqidah yang
shohih, mengajarkan islam yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Meluruskan fitrahnya dan membangkitkan bakat serta kemampuan positifnya.[15]
Abu Hurairah radiallahu ‘anhu berkata (mengutip firman Allah subhanahu wata’ala
QS. Ar-Rum:30)
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu
dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168].[16]” (QS. Ar-rum:30)
Fungsi
selanjutnya adalah menciptakan lingkungan yang penuh dengan kasih sayang, lemah
lembut, dan saling mencintai agar anak itu memiliki kepribadian normal yang
mampu melaksanakan kewajiban dan memberikan sumbangsinhnya.
Keluarga memiliki fungsi yang sangat
penting dalam memberikan informasi tentang pendidikan dan kebudayaan
masyarakat, bahasa, adat istiadat, dan norma-norma sosial yang tidak bertentang
dengan syari’at agar anak dapat mempersiapkan kehidupan sosialnya dalam
masyarakat.
3.
Peran Keluarga
Peran
keluarga dalam rumah tangga sangat dibutuhkan teruntuk bagi seorang anak.
Sehingga anak tersebut merasakan kasih sayang kedua orang tuannya. Peran
keluarga untuk mencetak seorang anak menjadi anak yang kelak menjadi kebanggaan
kedua orang tua yaitu bersikap adil terhadap semua anak, kecukupan dan kasih
sayang dan berikat sambutan hangat.[17]
a. Bersikap
adil terhadap semua anak
Tentu harus diingat bahwa kisah saudara-saudara Yusuf
ﷺ, ketika melihat
kecenderungan dan kecintaan yang lebih dari ayahnya kepada Yusuf. Mereka
membuat tipu daya besar, hingga mereka berusaha untuk membunuh dan
menghabisinya. Kisah ini mengandung banyak pelajaran, bahwa orang tua selaku
pendidik dituntut berlaku adil terhadap semua anak. Karena Rasulullah ﷺ berpesan
kepada kita “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah terhadap
anak-anakmu”[18]
Sikap adil orag tua akan mencegah timbulnya
kecenderungan dan kebencian, mendatangkan kecintaan dan keharmonisasian bagi kanak-anak,
membatu mereka untuk berbakti kepada orang tua dan berdoa untuk keduannya.
b. Kecupan
kasih dan sayang
Kecukupan atau ciuman mempunyai pengaruh yang sangat
efektif dalam menggerakkan perasaan dan kejiwaan anak. Demikian juga ia
mempunyai peran yang besar dalam menenangkan gejolak amarahnya. Di samping itu,
akan lahir pula rasa keterikatan yang erat dalam mengokohkan hubungan cinta
antara orang tua dan anaknya.
c. Berikan
sambutan Hangat
Awalilah perjumpaan dengan memberikan sambutan
hangat, penuh keceriaan, kecintaan dan canda ria. Demikian pula ketika hendak
melepas mereka pergi. Ini harus selalu kita usahakan. Sebab sambutan yang baik
pada saat pertama kali berhadapan akan melapangkan melapangkan dada anak dan
menggembirakan jiwanya.
4.
Pendidikan Sukses dalam Mencetak
Generasi Rabbani
Sebelum
membahas tentang pendidikan dalam mencetak generasi Rabbani. Terlebih dahulu membahas,
apa itu generasi Rabbani? Generasi Rabbani adalah generasi yang sukses, yang posisinya selalu berada
dalam garis ajaran islam. Ali bin Abi Thalib ra, mendefinisikan rabbani sebagai
generasi yang memberikan santapan rohani bagi manusia dengan ilmu (hikmah) dan
mendidik mereka atas dasar ilmu. Sementara Ibnu Abbas ra dan Ibnu Zubair
mengatakan, “rabbaniyun adalah orang yang berilmu dan mengajarkan
ilmunya.”[19]
Dengan pendidikan sukses dalam mencetak generasi Rabbani akan dapat menguatkan
ikatan keluarag dalam ketahanan nasional.
Adapun
pendidikan sukses untuk mencetak generasi Rabbani yaitu: ikhlas, bertakwa,
berilmu, bertanggung jawab, dan sabar dan tabah.
a. Ikhlas
Rawat dan
didiklah anak dengan ketulusan hati dan niat yang ikhlas, semata-mata
mengharapkan keridhaan Allah. Allah tidak akan menerima suatu amal sholeh tanpa
ada keikhlasan di dalam jiwa pelakunya, sebagaimana di tegaskan dalam
firman-Nya:
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
Artinya: “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595][20],
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5).[21]
Ingatlah hadits
Rasulullah ﷺ: yang
artinya “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan setiap orang
akan mendapatkan sesuai yang ia niatkan.”[22]
Niat yang
ikhlas, selain mendatangkan keridhaan dan pahala Allah, akan meneguhkan hati
kita pada saat ujian yang menimpa.[23]
b. Bertakwa
Ini adalah sifat terpenting yang harus dimiliki
pendidik. Yaitu takwa yang didefinisikan para ulama yaitu mengerjakan segala
yang Dia peintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya. Hiasilah diri dalam
kehidupan keluarga dengan ketakwaan. Sebab. Orang pendidik adalah contoh dan
panutan sekaligus penganggung jawab pertama dalam pendidikan anak.[24]
c. Berilmu
Suatu keharusan
bagi pendidik antara lain berbekal ilmu yang memadai. Mengetahui hal yang halal
dan haram, prinsip-prinsip etika dalam Islam, serta memahami kaidah-kaidah
syariat Islam. Maka dari itu, untuk mendidik generasi Rabbani pendidik harus
membekali diri dengan segala ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan metode-metode
pendidikan yang sesuai.[25]
d. Bertanggung
Jawab
Seorang pendidik
harus memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik aspek
keimanan maupun tingkah laku kesehariannya, yakni dalam pembentukkan karakter
anak dari sisi jasmani maupun rohaninnya, dan dalam mempersiapkan kepribadian
anak dari sisi mental maupun sosialnya.[26]
e. Sabar
dan Tabah
Dua sifat ini mutlak dibutuhkan oleh setiap
pendidik. Sebagai orang tua mampu mendidik anak dengan sebaik-baiknya, yaitu di
sela-sela sekian tugas dan tanggung jawab kita yang lain. Menghadapi semua
tantang serta ujian tersebut, tidak boleh menaggaalkan ketabahan dan kesabaran.[27]
Dari sini dapat kita lihat dengan jelas di antara
hikmah pujian Rasulullah ﷺ kepada
Asyaj Abdul Qais: “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua sifat yang disukai
Allah, yaitu ketabahan dan ketelitian.
F.
KESIMPULAN
1.
Peran keluarga dalam mencetak generasi
Rabbani adalah dengan menumbuhkan kembangkan rasa bersikap adil, memberikan
kecukupan kasih sayang, belaian kasing sayang, memberi sambutan yang hangat
bermain dan bercanda bersama anak, menghindari mencela dan mencaci anak. Karena
anak adalah amanah Allah. Hatinya masih suci ibarat mutiara yang putih polos.
Mutiara itu siap diukir dan akan cenderung kepada apa saja yang
mempengaruhinya. Jika anak dibiasakan berperilaku baik dan diajari yang
baik-baik, niscaya akan tumbuh menjadi anak yang baik.
2.
Upaya peran keluarga dalam mencetak
generasi Rabbani ialah orang tua merupakan seorang pendidik bagi anak-anaknya.
Maka dari itu, orang tua bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang anak. Upaya
keluarga dalam mencetak generasi rabbani yaitu mendidik anak dengan penuh
ikhlas, bertakwa, berilmu, bertanggung jawab, sabar dan tabah dan lemah lembut
dan tidak kasar. Sehingga nantinya biji yang kita tanam akan dapat menikmati
hasilnya.
Baca juga :
DAFTAR PUSTAKA
Sahla,
Abu & Nazara, Nurul. Buku Pintar Pernikahan. Jakarta: Belanoor, 2011.
Kementerian
Agama RI. Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik: Tafsir Al-quran
Tematik, Edisi yang Disempurnakan. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-quran. 2019.
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/02/26/fenomena-anak-gugat-orang -tua-ke-pengadilan-bukti-lunturnya-moralitas-420181. di akses pada Selasa,
11 September 2019 Pukul 10.23 WITA.
https://jateng.tribunnews.com/2019/08/22/vira-anak-durhaka-tendang-kepala-ibunya-sikap-sikap-ibu-di-kantor-polisi-bikin-haru-dan-mengecewakan.
di akses pada selasa, 11 September 2019 Pukul 10.26 WITA.
Al-Atsari, Abu
Ihsan & Ihsan, Ummu Mencetak Generasi Rabbani (Mendidik Buah Hati
Menggapai Ridha Ilahi). Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I. 2014.
Ahmad Sabiq bin
Abdul Lathif Abu Yusuf. Majalah Almawaddah (Majalah untuk Keluarga Muslim
Menuju Keluarga Sakinah, Mawadah dan Rohmah). Jawa Timur: Lajnah Dakwah
Ma’had al-Furqoni al-Islami. 2010.
https://gurupendidikan.com/9/11/2019/pengertian-keluarga-menurut-para-ahli-fungsi-ciri-dan-peran/ di akses pada Selasa, 10 September 2019 Pukul 11.35 WITA.
Mahmud Muhammad
al-Jauhari dan Muhammad Abdul Hakim Khayyal “al-Ahwat al-Muslimat wa Bina”
“al-Usrah Alquraniyah” Penerjemah: Kamran As’ad Irsyady dan Mufliha Wijayati. Membangun
Keluarga Qurani” Panduan untuk Wanita dan Muslimah. (Jakarta: Amzah.2005.
Ummu Ihsan Choiriyah
& Abu Ihsan al-Atsary. Mencetak Generasi Rabbani (Mendidik Buah Hati
Menggapai Ridha Ilahi). Jakarta: Pustaka Darul Ilmi. 2010.
Kitab Zaadul
Masir fi Ilmi at-Tafsir, karya Ibnu Jauzi, 1/298
Sayyid Qutb, TAfsir
Fi Zilalil-Quran. Daru as-Syruq: 1992.
[1]Abu Sahla dan
Nurul Nazara, Buku Pintar Pernikahan, (Jakarta: Belanoor, 2011), hlm.
154
[2] Ibid.,
hlm. 170
[3] Ibi., hlm. 204
[4] Kementerian
Agama RI, Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik: Tafsir Al-quran
Tematik, Edisi yang Disempurnakan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-quran, 2019), 343.
[5] https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/02/26/fenomena-anak-gugat-orang -tua-ke-pengadilan-bukti-lunturnya-moralitas-420181. di akses pada Selasa,
11 September 2019 Pukul 10.23 WITA.
[6]https://jateng.tribunnews.com/2019/08/22/vira-anak-durhaka-tendang-kepala-ibunya-sikap-sikap-ibu-di-kantor-polisi-bikin-haru-dan-mengecewakan di akses pada selasa, 11 September 2019 Pukul 10.26 WITA.
[7]Abu Ihsan
Al-Atsari & Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani (Mendidik Buah Hati
Menggapai Ridha Ilahi), (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2014), hlm. 4 .
[8] Ahmad Sabiq bin
Abdul Lathif Abu Yusuf, Majalah Almawaddah (Majalah untuk Keluarga Muslim
Menuju Keluarga Sakinah, Mawadah dan Rohmah), (Jawa Timur: Lajnah
Dakwah Ma’had al-Furqoni al-Islami, 2010), hlm. 60.
[9] Ahmad Sabiq bin
Abdul Lathif Abu Yusuf, Majalah…hlm. 59.
10] https://gurupendidikan.com/9/11/2019/pengertian-keluarga-menurut-para-ahli-fungsi-ciri-dan-peran/ di akses pada Selasa, 10 September 2019 Pukul 11.35 WITA, hlm. 1.
[12] QS. Ar-Ruum
ayat 21.
[13] Mahmud Muhammad
al-Jauhari dan Muhammad Abdul Hakim Khayyal “al-Ahwat al-Muslimat wa Bina”
“al-Usrah Alquraniyah” Penerjemah: Kamran As’ad Irsyady dan Mufliha Wijayati. Membangun
Keluarga Qurani” Panduan untuk Wanita dan Muslimah, (Jakarta: Amzah, 2005),
hlm. 5
[14] Sayyid Qutb, TAfsir
Fi Zilalil-Quran, (Daru as-Syruq: 1992), Jilid 6, hlm. 3617.
[15] Ahmad Sabiq bin
Abdul Lathif Abu Yusuf, Majalah…hlm. 59.
[16] [1168] Fitrah
Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal
itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh
lingkungan.
[17] Ummu Ihsan
Choiriyah & Abu Ihsan al-Atsary, Mencetak Generasi Rabbani (Mendidik
Buah Hati Menggapai Ridha Ilahi), (Jakarta: Pustaka Darul Ilmi, 2010), hlm
130-134.
[18] Hadits Riwayat
Al-Bukhari (2587).
[19] Kitab Zaadul
Masir fi Ilmi at-Tafsir, karya Ibnu Jauzi, 1/298
[20] [1595] Lurus
berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
[21] QS. Al-BAyyinah
ayat 5.
[22] Hadits riwayat
al-Bukhari dan Muslim.
[23] Ummu Ihsan
Choiriyah & Abu Ihsan al-Atsary, Mencetak Generasi…hlm. 48.
[24] Ibid., hlm. 49.
[25] Ibid., hlm. 50
[26] Ibid., hlm. 52.
[27] Ibid., 52-53.
Post a Comment for "Peran Keluarga dalam Mencetak Generasi Rabbani"